Pernah terjadi dalam sebuah kisah, tentang diri yang berdiri di atas nama cinta, tentang hati yang dari padanya telah sehati dan tentang rasa kecintaannya yang teramat tinggi, itulah cinta. Satu tanda yang pernah ditemui, satu nama yang sering menemani dan satu rasa yang selalu menghiasi, mengisi sepenuh ruang hati, menggenggam erat mimpi dan meninggalkan jauh hari - hari sepi. Beranjak dari ketiadaan membuatnya semakin mati rasa, sehingga tak dapat lagi menghirup setiap nadi kejayaan yang terbuang tak terasa. Cuplikan sepenggal merajai aroma noktah pelangi magenta yang terbakar sisi lain dari peradaban, diantara pemikat dan yang terikat, diantara berjauhan dan puncak cita. Momentum yang tak lagi mengudara dan hanya saja piala berharga membuatnya semakin berat memikul ketidak pastian, dikantongi galaxi khatulistiwa yang sengaja terhiasi mungkin sedikit akan memberikan kepuasan saat bintang jatuh mempertemukannya sehingga membuat resah jiwanya. Tapi ada yang aneh dengan semua itu, terkadang ia diam, terkadang ia tersenyum, bahkan tidak jarang ia tersipu malu. Terlepas dari semua itu, terhitung kurang dari, Rangga mampu menggenggam erat mimpinya sekalipun tanpa harapan yang tidak bisa di tinggalkan. Dalam menoreh cipta kepedulian tak disangka keangkuhan yang dimilikinya melekat tak terduga, sehingga fluktuatif cenderung mengikutinya dan ia lebih memilih terasingkan dari pada tersingkir tak terkira, sekalipun tertinggal separuh menyaksikan. Dengan di temani bingkai yang terbalaskan Rangga teringat pada pesan wanita yang dianggapnya mempunyai cinta sempurna, wanita itu mengatakan "Agar cepat pulang, jangan tergoda, dan ingat engkau milik wanita yang setia diantara untukmu meski tak segagal aku".